Showing posts with label literasi. Show all posts
Showing posts with label literasi. Show all posts

Thursday, August 20, 2015

Be Careful of What You Read!




Secara umum, frekuensi membaca memprediksi perkembangan berbahasa dan kemampuan mencerna bacaan di kemudian hari. Tapi apakah membaca komik punya dampak yang sama dengan membaca novel? Bagaimana dengan membaca berita online, media sosial, dan blog?

Menurut sebuah penelitian longitudinal di Jerman, tiap jenis bacaan punya dampak yang berbeda (Pfost, Dorfler, & Artelt, 2013). Bacaan yang berdampak positif dan cukup besar adalah fiksi seperti novel dan cerpen. Komik, majalah, dan buku non-fiksi juga berdampak positif namun lebih lemah. 


Wednesday, August 19, 2015

Memutus Lingkaran Setan Nir-literasi


Beberapa waktu yang lalu kementerian pendidikan dan kebudayaan meluncurkan gerakan literasi nasional. Sekolah diminta memberi waktu 15 menit bagi siswa untuk membaca bebas, sebelum jam pelajaran berlangsung. Tapi cukupkah 15 menit? Bagi yang skeptis, hal ini bisa dipandang sebagai gimmick saja. Kebijakan yang manis tapi minim dampak. 

Saya sendiri menaruh harapan pada program ini. Dalam literatur tentang literasi, ada yang disebut sebagai Matthew effect. Intinya, perbedaan kecil dalam kebiasaan dan kemampuan membaca seseorang ketika masih kecil bisa berdampak besar di kemudian hari. 

Saturday, June 6, 2015

Pelajaran Sains, Apa Gunanya?



Pendidikan sains seharusnya menumbuhkan kemampuan berpikir ilmiah, bukan menanamkan pengetahuan.
Sumber foto: http://www.htxt.co.za/wp-content/uploads/2014/07/ScienceEducation.png

Apa kegunaan dari berbagai materi yang dipelajari di sekolah? Untuk literasi tingkat dasar, jawabannya gampang. Pelajaran-pelajaran tersebut berguna secara luas. Semua siswa akan memerlukan keterampilan membaca, menulis dan berhitung dalam kehidupan sehari-harinya. “Keluasan aplikasi” dan “kegunaan praktis” memang bisa menjadi justifikasi untuk pelajaran-pelajaran di tingkat SD, paling tidak sampai kelas 3 atau 4. Namun apakah justifikasi yang sama berlaku untuk pelajaran-pelajaran pada tingkat yang lebih tinggi?


Sebagai contoh, ambillah pelajaran sains atau ilmu pengetahuan alam (IPA). Sains dianggap sebagai mata pelajaran penting dalam kurikulum banyak (atau semua?) negara modern. Tapi sebenarnya, apa tujuan pendidikan sains? Mengapa setiap siswa harus memelajari, misalnya saja, pengukuran suhu dalam skala Celcius, Fahrenheit, Reamur dan Kelvin? Atau mengenai mekanisme fotosintesis pada tumbuhan, atau tentang proses replikasi DNA? 

Wednesday, August 6, 2014

Membawa Tantangan Membaca ke Surabaya

Tantangan membaca menumbuhkan keinginan dan kemauan, bukan sekedar kemampuan. 
https://www.flickr.com/photos/plymouthlibraries/
Sejak mengenal Reading Challenge (Tantangan Membaca) di Sydney, Australia, saya dan istri (Ade Kumalasari) sangat ingin menggagas program serupa di Indonesia. Secara prinsip, program tersebut sebenarnya sederhana. Pemerintah menyediakan daftar bacaan yang direkomendasikan untuk tiap jenjang sekolah. Sekolah membantu menyediakan buku-buku tersebut di perpustakaan. Guru membantu dengan memotivasi siswa dan memandu aktivitas yang mendukung, seperti membaca mandiri, diskusi kelompok, dan membacakan buku di kelas. Siswa yang membaca sejumlah buku dalam setahun akan diberi sertifikat yang ditandatangani oleh gubernur. 

Program Tantangan Membaca kami rasakan sangat membantu untuk membangun kebiasaan membaca pada anak. Anak menjadi tahu bahwa membaca adalah aktivitas yang dihargai oleh orang dewasa di sekitarnya. Mereka menjadi punya kesempatan untuk saling berbagi dengan bacaannya, untuk merasakan nikmatnya berimajinasi tentang dunia fiksi yang mereka baca. Kesempatan semacam ini sangat penting, terutama untuk anak dari keluarga yang tidak punya tradisi membaca yang baik. Kalau ada satu anak saja di tiap kelas yang sebelumnya ogah menyentuh buku, kemudian menjadi suka dan bisa membaca, program semacam ini sudah sangat berguna.


Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...