Showing posts with label kuliah. Show all posts
Showing posts with label kuliah. Show all posts

Wednesday, July 25, 2018

Meluruskan Konsepsi tentang Penelitian Kuantitatif



“Saya sudah dapat satu variabel untuk proposal skripsi/tesis, tapi masih bingung mencari variabel lainnya. Kalau saya tertarik meneliti variabel X, sebaiknya dihubungkan dengan variabel apa ya?”

Banyak mahasiswa yang menulis proposal skripsi/tesis dipandu oleh konsepsi yang keliru mengenai penelitian kuantitatif. Konsepsi salah kaprah tersebut tercermin pada kutipan di atas. Pernah kan, mendengar mahasiswa berkata demikian? Atau mungkin pernah mengalaminya sendiri? 

Pada intinya, kutipan di atas menunjukkan bahwa penelitian kuantitatif dianggap bertujuan mencari hubungan antar variabel. Berbekal pandangan seperti ini, mahasiswa biasanya mulai merancang proposal dengan mencari sebuah variabel. Setelah menemukan satu variabel - yang biasanya dipilih berdasar minat pribadi - mahasiswa kemudian berusaha mencari variabel lain yang bisa dihubungkan. Dengan demikian, perancangan proposal tesis menjadi proses menghubung-hubungkan variabel. 

Pada akhirnya nanti, penelitian kuantitatif semacam ini hanya akan menghasilkan beberapa angka korelasi atau koefisien regresi. Jika korelasinya signifikan dan sesuai teori, penelitian seolah berhasil. Bab 5 alias Diskusi dan Simpulan menjadi lebih mudah ditulis, karena bisa mengambil saja dari teori yang sebagian sudah dituliskan di Bab II alias Kajian Pustaka. Tapi jika korelasi atau regresinya tidak signifikan, penelitian kerap dianggap gagal. Atau setidaknya, mahasiswa akan kesulitan menulis bagian diskusi dan simpulan. 

Ketika menyajikan penelitiannya dalam “sidang” tesis, mahasiswa yang menjalani proses seperti ini biasanya tidak terlalu memahami fenomena yang ia teliti. Diskusi selama sidang seringkali terjebak pada kritisisme soal teknis terkait penulisan maupun analisis data. Diskusi jarang menyentuh substansi penelitian, soal kontribusi ilmiah dan insight konseptual mengenai topik yang dibahas. 

Proses seperti ini sering membuat saya sedih. Bayangkan, setelah satu, dua, atau tiga semester (atau bahkan lebih) mengerjakan sebuah project, yang dihasilkan sekedar simpulan ada tidaknya hubungan antar variabel. Problemnya, persepsi semacam ini sudah mengakar kuat. Meski sudah diberitahu, mahasiswa sering takut keluar dari pakem sebenarnya keliru ini.

Lantas, seperti apa seharusnya kita memahami penelitian kuantitatif? Pada level yang paling mendasar, penelitian adalah upaya untuk memahami sebuah fenomena. Dalam penelitian kuantitatif, upaya memahami ini dipandu secara ketat oleh teori. Teori inilah yang menentukan apanya (bagian mana saja) dari sebuah fenomena yang penting untuk ditelaah dan bagaimana hal itu diobservasi/diukur. 

Jika fenomenanya adalah perilaku belajar, misalnya, teori self-determination akan mengarahkan peneliti pada apa yang disebut “regulasi motivasi”. Dari teori tersebut, kita bisa mendefinisikan jenis-jenis regulasi motivasi, cara mengukurnya, dan apa saja yang terkait dengannya. Fenomena yang sama (perilaku belajar) akan terlihat berbeda jika kita memilih teori lain sebagai acuan penelitian.


Dengan demikian, langkah awal dalam merancang penelitian kuantitatif adalah mempelajari teori. Bagi peneliti pemula, ini memang tidak mudah. Di sinilah peran pembimbing atau mentor akademik. Pembimbing seharusnya membantu mahasiswa mengarungi medan teori. Menunjukkan alternatif-alternatif teori yang relevan dengan fenomena yang hendak ditelaah. Memberi petunjuk tentang plus minus tiap opsi. Memperingatkan mahasiswa tentang jalan buntu atau opsi yang terlalu terjal. 

Yang jelas, penelitian kuantitatif tidak diawali dari memilih variabel-variabel penelitian. Variabel tak lain adalah cara sebuah teori mendefinisikan atau mendekati sebuah fenomena. Karena itu, variabel seharusnya lahir dari pemahaman teoretis. Penelitian kuantitatif yang diawali dengan menghubung-hubungkan variabel terancam menghasilkan angka-angka yang tak bermakna.

Saturday, May 12, 2018

Analisis Data dengan MPlus: Menyiapkan Data dari SPSS

Catatan: tulisan ini adalah bagian materi kuliah saya di program S2 dan S3 Fakultas Psikologi Universitas Surabaya. Jika anda ingin mengutip atau mereproduksinya, jangan lupa menyertakan sitasi dan link ke halaman blog ini. Terima kasih dan selamat membaca!
__________________________________________

MPlus perlu file data dalam bentuk "Tab Delimited" (ekstensinya .dat). [Baca pengantar tentang MPlus di sini.] Seperti saya tulis di posting sebelumnya, file data ini bisa disiapkan menggunakan spreadsheet editor seperti Open Calc atau Excel.

Bagaimana jika anda sudah memiliki data yang tersimpan dalam format SPSS (.sav)? Mudah saja. Di SPSS, cukup gunakan perintah "Save As" di sebagai file .dat. Seperti terlihat di gambar, klik menu File, kemudian cari tombol Save As ...


Thursday, May 10, 2018

Analisis Data dengan MPlus: Menyiapkan Data dari Excel

Catatan: tulisan ini adalah bagian materi kuliah saya di program S2 dan S3 Fakultas Psikologi Universitas Surabaya. Jika anda ingin mengutip atau mereproduksinya, jangan lupa menyertakan sitasi dan link ke halaman blog ini. Terima kasih dan selamat membaca!
__________________________________________

OK, anda sudah menginstal MPlus di komputer. Jika belum, baca posting saya sebelumnya.

Hal berikutnya yang perlu dilakukan adalah menyiapkan file data yang hendak dianalisis. Ada beberapa cara untuk menyiapkan file data. Bagi yang terbiasa menggunakan SPSS, penyiapan file data agar sesuai permintaan MPlus ini terasa sedikit "ribet".

Jika data anda masih berupa kuesioner tertulis yang harus diinput ke bentuk digital, maka cara paling mudah barangkali adalah menggunakan aplikasi spreadsheet seperti Open Office Calc (gratis!) atau MS Excel. Berikut langkah-langkahnya:

Wednesday, May 9, 2018

Analisis Data dengan MPlus: Pengantar

Catatan: tulisan ini adalah bagian materi kuliah saya di program S2 dan S3 Fakultas Psikologi Universitas Surabaya. Jika anda ingin mengutip atau mereproduksinya, jangan lupa menyertakan sitasi dan link ke halaman blog ini. Terima kasih dan selamat membaca!
__________________________________________

Seperti kebanyakan orang yang belajar psikologi, sebelum ini saya hanya menggunakan SPSS untuk analisis statistik. Tapi untuk sebuah project saya harus menerapkan MLM. Ini bukan MLM yang itu lho ya, tapi multilevel linear modeling alias pemodelan linier multijenjang.

MLM sangat berguna (atau bahkan mutlak diperlkan) ketika kita berhadapan dengan data dari sampel berjenjang. Ini terjadi ketika, misalnya saja, seorang peneliti sosial melakukan sampling pada level wilayah geografis (kota, desa, dll.), sebelum memilih responden di wilayah-wilayah yang terpilih tersebut. Atau ketika peneliti pendidikan memilih sejumlah sekolah, sebelum mengambil sampel siswa dari tiap sekolah tersebut.

Ilustrasi sampel dua-jenjang: sekolah dan siswa (sumber: https://www.methods.manchester.ac.uk)

Friday, August 22, 2014

Langkanya Kenikmatan Belajar di Bangku Kuliah

Motivasi berupa ancaman memang bisa menggerakkan orang, namun apa dampaknya pada proses belajar?

Kira-kira berapa persen mahasiswa di kuliah Anda yang tetap mau belajar, seandainya mereka tidak dinilai atau diancam hukuman apapun? Dengan kata lain, berapa banyak mahasiswa yang belajar karena motivasi intrinsik, yang belajar sampai lupa waktu karena begitu menikmati prosesnya, meski harus mengerahkan banyak pikiran dan tenaga?

Pertanyaan di atas saya ajukan pada para dosen yang mengikuti workshop tentang motivasi belajar mahasiswa siang tadi. Jawaban mereka, sayangnya, tidak mengejutkan. Sebagian besar memperkirakan bahwa hanya 10-20% dari peserta kuliahnya yang mau belajar karena motivasi intrinsik. Sedihnya, saya harus mengakui bahwa perkiraan tersebut juga berlaku untuk mahasiswa di kuliah saya.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...